Temukan di Blog Ini ...!

Senin, 06 Agustus 2012

PERATURAN TENTANG BENDERA MERAH PUTIH


PERATURAN TENTANG BENDERA MERAH PUTIH

Kini..., kita telah memasuki Bulan Agustus, ini berarti sebentar lagi kita akan merayakan kemerdekaan negara kita. Tak lepas dari serangkaian peringatan di bulan ini kita diwajibkan untuk mengibarkan Bendera Negara. Tapi apakah bendera yang sering kita gunakan dan tata cara pengibarannya telah sesuai dengan peraturan yang ada?

Pada postingan kali ini saya akan berbagi tentang hal tersebut.

Menurut Pasal 7  UU No  24  Tahun 2009 tentang BENDERA dijelaskan:
(1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari.
(3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu.
(5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.
Ternyata memang ada aturannya waktu pemasangannya, bahkan saat 17 Agustus wajib dipasang di setiap kendaraan pribadi maupun umum.

Adalagi yang perlu diperhatikan pada Pasal 4 UU yang sama mengenai ukurannya, bahwa:
(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran:
a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan
j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
(4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Nah untunglah untuk pemasangan di rumah tidak ada aturan ukurannya, tapi yang harus diperhatikan benderanya jangan yang sudah luntur.

Saya juga sering tertegun bila melihat dua atau tiga satpam menaikan dan menurunkan bendera di sebuah gedung, sambil bernyanyi Indonesia Raya, dan juga hormat pada sangsaka.

Sekali lagi inipun ada aturannya, pada Pasal 15 UU yang sama, bahwa:
(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara,  semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.
(2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Bendera negara diatur menurut UUD ’45  pasal 35 , UU No 24/2009, dan Peraturan Pemerintah  No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia
Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:
  1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
  2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
  3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
  4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
  5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
  6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
  7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
  8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
  9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
  10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:
  1. istana Presiden  dan Wakil Presiden;
  2. gedung atau kantor lembaga negara;
  3. gedung atau kantor lembaga pemerintah;
  4. gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
  5. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
  6. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
  7. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
  8. gedung atau halaman satuan pendidikan;
  9. gedung atau kantor swasta;
  10. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
  11. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
  12. rumah jabatan menteri;
  13. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
  14. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
  15. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
  16. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  17. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
  18. taman makam pahlawan nasional.

Demikianlah sharing saya tentang Bendera Merah Putih.



~DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA~

Minggu, 22 Juli 2012

KEUTAMAAN DAN PERSIAPAN MEMASUKI RAMADHAN




Bulan Ramadhan telah tiba, kaum muslimin pun menyambutnya dengan penuh harap dan kebahagian. 
Bagaimana tidak...? Bulan yang penuh berkah dan keutamaan. Bulan diturunkannya Al Qur’an yang menunjukkan jalan kepada manusia ke arah kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Maka tak heran kaum muslimin menyambutnya dengan penuh suka cita.


1. Keutamaan Bulan Ramadhan
Demikianlah Allah memberikan keutamaan pada bulan ini yang tidak dimiliki bulan-bulan lainnya.
(Diringkas dari Sifat Saum An Nabi karya Syeikh Saalim bin ‘Ied Al Hilaliy dan Syeikh Ali Hasan Ali Abdil Hamid, cetakan keenam tahun 1417 H -1997 M, penerbit Al Maktabah Al Islamiyah, Amaan, Yordania hal 18-20)
Sangat jelas dan gamblang keutamaan Ramadhan dibanding bulan lainnya, namun kiranya masih perlu dipaparkan secara ringkas keutamaannya sebagai motivator semangat kaum muslimin beramal sholeh padanya.
Diantara keutamaan tersebut adalah:
a. Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut sebagaimana firman Allah:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia berpuasa.” (Surat Al Baqarah ayat 185)
Dalam ayat di atas, bulan Ramadhan dinyatakan sebagai bulan turunnya Al-Qur’an, lalu pernyataan tersebut diikuti dengan perintah yang dimulai dengan huruf ف -yang berfungsi menunjukkan makna ‘alasan dan sebab’- dalam firmanNya: فََمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ. Hal itu menunjukkan bahwa sebab pemilihan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa adalah karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut.
b. Dalam bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا جَاءَ رَمَضانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النِيْرَانِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ
“Jika datang bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu para setan.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kita dapati dalam bulan ini sedikit terjadi kejahatan dan kerusakan di bumi karena sibuknya kaum muslimin dengan berpuasa dan membaca Al-Qur’an serta ibadah-ibadah yang lainnya; dan juga dibelenggunya para setan pada bulan tersebut.
c. Di dalamnya terdapat satu malam yang dinamakan Lailatul Qadar, satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Qadr.
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌمِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan-nya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Surat Al Qadr ayat: 1-5)
Melihat keutamaan-keutamaan ini tentunya membuat seorang muslim lebih bersemangat dalam menyambutnya dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin menjelang datangnya bulan tersebut.
2. Persiapan Menghadapi Ramadhan
Diantara yang harus dipersiapkan seorang muslim dalam menyambut kedatangan bulan yang mulia ini adalah:
a. Menghitung Bulan Sya’ban
Salah satu bentuk persiapan dalam menghadapi Ramadhan yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin adalah menghitung bulan Sya’ban, karena satu bulan dalam hitungan Islam adalah 29 hari atau 30 hari sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Umar, beliau bersabda:
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ لَيْلَةً، فَلا َتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
“Satu bulan itu 29 malam. Maka jangan berpuasa sampai kalian melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya), maka genapkanlah 30 hari.” (Riwayat al-Bukhari)
Maka tidaklah kita berpuasa sampai kita melihat hilal (tanda masuknya bulan). Oleh karena itu, untuk menentukan kapan masuk Ramadhan diperlukan pengetahuan hitungan bulan Sya’ban.
b. Melihat hilal Ramadhan (Ru’yah)
Untuk menentukan permulaan bulan Ramadhan diperintahkan untuk melihat hilal, dan itulah satu-satunya cara yang disyariatkan dalam Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ (6/289-290) dan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughniy (3/27). Dan ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah yang berkata, “Kita sudah mengetahui dengan pasti bahwa termasuk dalam agama Islam beramal dengan melihat hilal puasa, haji, atau iddah (masa menunggu), atau yang lainnya dari hukum-hukum yang berhubungan dengan hilal. Adapun pengambilannya dengan cara mengambil berita orang yang menghitungnya dengan hisab, baik dia melihatnya atau tidak, maka tidak boleh.” (Lihat: Majmu’ al-Fatawa 25/132)
Kemudian perkataan beliau ini merupakan kesepakatan kaum muslimin. Sedang munculnya masalah bersandar dengan hisab dalam hal ini baru terjadi pada sebagian ulama setelah tahun 300-an. Mereka mengatakan bahwa jikalau terjadi mendung (sehingga hilal tertutup) boleh bagi orang yang mampu menghitung hisab untuk beramal dengan hisabnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Jika hisab itu menunjukkan ru’yah, maka dia berpuasa, dan jika tidak, maka tidak boleh. (Lihat: Majmu’ al-Fatawa25/133). Lalu, bagaimana keadaan kita sekarang ?
Adapun dalil tentang kewajiban menentukan permulaan bulan Ramadhan dengan melihat hilal sangat banyak, di antaranya adalah:
1. Hadits Ibnu Umar terdahulu.
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ لَيْلَةً، فَلا َتَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
“Satu bulan itu 29 malam. Maka jangan berpuasa sampai kalian melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya), maka genapkanlah 30 hari.” (Riwayat al-Bukhari)
2. Hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu. Beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian (untuk idul fithri) karena melihatnya. Jika (hilal) tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah Sya’ban 30 hari.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
3. Hadits ‘Adi bin Hatim radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَصُوْمُوْا ثَلاَثِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا الْهِلاَلَ قَبْلَ ذَلِكَ
“Jika datang Ramadhan maka berpuasalah 30 hari kecuali kalian telah melihat hilal sebelumnya.” (Riwayat ath-Thahawy dan ath-Thabrany dalam al-Kabir 17/171, dan dihasankan Syaikh al-Albany dalam Irwa’ al-Ghalilnomor hadits 901)
Penentuan bulan Ramadhan dengan cara melihat hilal dapat ditetapkan dengan persaksian seorang Muslim yang adil sebagaimana yang dikatakan Ibnu Umar radhiallahu’anhu:
تراءى الناس الهلال فأخبرت النبي صلى الله عليه و سلم أني رأ يته فصام وأمر الناس بصيامه
“Manusia sedang mencari hilal, lalu aku khabarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya maka beliau berpuasa dan memerintahkan manuasia untuk berpuasa.” (Riwayat Abu Dawud, ad-Darimy, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqy)
c. Puasa pada Hari yang Diragukan
Berpuasa pada hari yang diragukan, apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum, adalah terlarang sebagaimana di sebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقَدِّمُوْا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلاً يَصُوْمُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah mendahului puasa Ramadhan dengan puasa satu hari atau dua hari (sebelumnya), kecuali orang yang (sudah biasa) berpuasa satu puasa (yang tertentu), maka hendaklah dia berpuasa.” (Riwayat Muslim)

Oleh : Ustadz Kholid bin Syamhudi, Lc.
Sumber : www.muslim.or.id
***

Senin, 30 Januari 2012

PANANRANG TO RIYOLO


(PITU MASSENRENG PULU, EPPA MASSUMPANG MINANGA)  
SYECH YUSUF, LANSIRANG, ARUNG PALAKKA, KH. HARUN, PETTA BARANG, IMAN LAPEO, Dt. SANGKALA





1.      MATASE (SANGNGALLA’)
2.      PAJUNGNGE (LUWU)
3.      MANGKAU’E (BONE)
4.      SOMBAE (GOWA)
5.      DATUE (SOPPENG)
6.      ARUNG MATOAE (WAJO)
7.      ADDATUANGNGE (SIDENRENG)
8.      BAKKA-LOLOE (SAWITTO)
9.      ORIKKORINGNGE (PASSIRING)
10.  MARADDIAE (TANA MENRE’)
11.  TEMKAKAE (MAMUJU)
12.  SALEWATANGNGE (BUTUNG)
13.  SAMPARAJAE (TANA KAILI)




v  Petunjuk Dasar Hidup :

Ini Biasanya dipakai ketika kita akan memulai sesuatu :

JAM
6 - 8
8 - 11
11 - 12
12 - 13
3 - 6
JUMAT
KOSONG
MAYAT
HIDUP
PULANG POKOK
BERISI
SABTU
BERISI
KOSONG
PULANG KOSONG
HIDUP
MAYAT
MINGGU
PULANG KOSONG
HIDUP
MAYAT
BERISI
KOSONG
SENIN
KOSONG
MAYAT
BERISI
PULANG KOSONG
HIDUP
SELASA
PULANG KOSONG
KOSONG
HIDUP
MAYAT
BERISI
RABU
HIDUP
MAYAT
BERISI
KOSONG
PULANG KOSONG
KAMIS
PULANG POKOK
KOSONG
HIDUP
MAYAT
BERISI
NB : Percaya tidaknya tergantung pada diri masing-masing...!!

Lontara’ sibawa Baca-baca Ogi.

Minessangi Rahasiana Ompona Ulengnge :
·         3 ompona ulengnge. nari passuna Neneta Adam AS. pole ri Suruga.
·         5 ompona ulengnge natelleng lopinna Nabi Nohong AS. ri tengnga tasi’.
·         12 ompona ulengnge naritunu Nabi Ibrahim AS. pole Namrutz rajana kapere’e.
·         16 ompona ulengnge naribuang Nabi Yusupu AS. noo ri bujungnge ku daengna.
·         21 ompona ulengnge narilanti’ Fir’aun puangna kapere’e.
·         24 ompona ulengnge naemme’i bale Nabi Yunus AS. ri tengnga tasi’e
·         25 ompona ulengnge nakenna tikka Tanah Arab pitu taung ettana, anana’mi nabalu’ naengka nanre.

Panessaingnge Esso Natuju Muharram.
·         Senin         :   Maega dalle’, maega bosi namaega anging.
·         Selasa        :   Makurang bosi, maega anana’ jaji namalessi taue runtu’ abala.
·         Rabu          :   Mompo masagalae, serrangng, maega tau masolang agaganna nasaba’ mabbettui bulue.
·         Kamis        :   Maega ricu, maega bosi, masussai pemerintahangnge, menre’ maneng angke’na agagae.
·         Jumat         :   Biasa taue mpunoi baenena, makanja’ assele’na taneng-tanengnge.
·         Sabtu         :   Maega bosi, biasa kedo tanae namaega dalle’.
·         Ahad         :  Makanja’i taneng-tanengnge, makurang wassele’.




v  Pananrang Ompona Ulengnge.

o  1 ompona ulengnge (esso nyarang). Majai yappanoreng bine, isaureng tennung iyare’ga yappatettongeng bola.
o   2 ompona ulengnge (esso jonga). Anana’ jaji mawijai, agi-agi ripegau madeceng manengngi, madeceng rilaongeng sompe’, madeceng rilaongeng mamusu, pakalaki’.
o   3 ompona ulengnge (esso singa). Maja yappabbottingeng, yattanengeng, yappatettongeng bola, yappanoreng bine, yattanengeng, rilaongengngi runtukki’ lasa.
o   4 ompona ulengnge (esso meong). Najajiangngi ana’ oroane madeceng, madeceng yappanoreng bine, yappammulang balu’-balu’, yappabbottingeng sibawa yattanengeng.
o  5 ompona ulengnge (esso tedong). Rekko nakennaki lasa maladde’i, agi-agi ripugau maja manengngi ritu, anana’ jaji madorakai. Wettu natelleng lopinna Nabi Nohong AS.
o  6 ompona ulengnge (esso balao). Madeceng rilaongeng sompe’, yappabbottingeng, yangelliang olo’-kolo’, nenniya yappanoreng bine.
o   7 ompona ulengnge (esso bale). Maja tomminreng, nakennaki’ lasa maladde’i, madecengmi yonroi mebbu parewa pakkaja.
o   8 ompona ulengnge (esso saping). Medeceng yappabbottingeng. Rekko ateddengengngi’ masitta’ moi iruntu’.
o   9 ompona ulengnge (esso asu). Rilaongengngi wanua runtukki’ abala, maja yappatettongeng bola iyakkiya madeceng yonroi massinge’.
o  10 ompona ulengnge (esso naga). Najajiangngi ana’ mancaji ana’ maupe’ namasempo dalle’, nakennaki’ lasa magatti’mui paja, makessing rilaongeng sompe sibawa matteppang bibi’ ri pangempangnge.
o 11 ompona ulengnge (esso macang). Madeceng rilaongeng wanua, yenrekeng mekkah, yappammulang balu’-balu’, makessing narekko engka anana’ jaji masempo dalle’.
o   12 ompona ulengnge (esso nyarang). Madeceng rilaongeng makara-kara ri kantoro’e pakalaki’, madeceng riyabbolang iyare’ga yappammulang balu’-balu’.
o   13 ompona ulengnge (esso gajah). Agi-agi rijama maja manengngi ritu, laoki’ ri wanua runtuki’ lasa karing.
o   14 ompona ulengnge (esso saping). Madeceng yappammulang balu’-balu’, yappatettongeng, yappabbottingeng, rekko malasaki’ masitta’ paja. Esso najajiangengnge Nabi Sulaiman AS.
o   15 ompona ulengnge (esso bembe’). Maja yappatettongeng bola tennasalai lasa bolata sibawa rilaong wanua naiyakia anana’ jaji makanja’ tapi matengnge’ totona kawing.
o   16 ompona ulengnge (esso bawi). Madeceng yonroi taneng anu lorong-lorong, agi-agi rijama maja maneng ritu, madeceng toi yonroi mebbu sipu doi (tabungeng).
o  17 ompona ulengnge (esso jarakania). Madeceng rilaongeng sompe’, madeceng rilaongeng madduta, rilaoang tau mapparentae, malasaki’ magatti’ paja sibawa ateddengeki’ magatti’ iruntu’.
o   18 ompona ulengnge (esso saping). Madeceng rilaongeng sompe’, jajiang ana’ makessing rupa. Esso ri ebbuna majanna ulengnge.
o   19 ompona ulengnge (esso ceba). Madecengngi yappammulang balu’-balu’, rilaoang wanua rekko  najajiang ana’ masempo dalle’i.
o  20 ompona ulengnge (esso walli). Madeceng rilaoangeng madduta itarimaki’ Insya Allah, najajiangngi anana’ malampe sunge’i, masempo dalle namanyameng kininnawa toi lao ri padanna ripancaji. Iyana esso najajiangngi Nabi Ismail AS.
o  21 ompona ulengnge (esso macang). najajiangi anana’ madorakai ri Puangnge, maja yappabbottingeng naiyakkiya madeceng yappammulangeng lanro bessi.
o   22 ompona ulengnge (esso tau). Esso ripancajinna malaeka’e, madeceng rilaoangeng sompe’, rilaongeng mammusu pakalaki’, idi’ rilaoi rikalaki’, agi-agi rijama madeceng maneng rekko malasaki’ masitta’mui paja.
o  23 ompona ulengnge (esso ula). Madeceng riappatettongeng bola, yappabbottingeng, yappasangeng belle, maja yappanoreng bine, madeceng yonroi melli pakeang namasitta’ tattamba.
o   24 ompona ulengnge (esso pari). Maja yappabbottingeng maponco’i, madeceng yonroi lati arung, esso najajiangnge Fir’aun, natoa’i bale Nabi Yunus AS. maja narekko anana’ jaji.
o   25 ompona ulengnge (esso nyarang). Maja rilaoang sompe’ mateki’ rilaotta, riappabbottingeng maponco’i, majai rilaoang mabbalu’, esso najajiangngi Iblis, najajiangngi anana’ madorakai.
o   26 ompona ulengnge (esso serra’). Madeceng rilaoang sompe’, riangelliang, yappabbottingeng rekko najajiangngi anana’ malampe sungei.
o     27 ompona ulengnge (esso uleng). Najajiangi anana’ maraja taui ri padanna ripancaji ri Puangnge, makessing riappanoreng bine sibawa mabbalu’-balu’.
o  28 ompona ulengnge (esso kalapung). Madeceng yonroi mebbu parewa pakkaja, rilaoang, yappabbottingeng sibawa yattaneng-tanengeng.
o   29 ompona ulengnge (esso ati). Makessing rilaoang madduta, sompe’ cabigi, najajiangngi anana’ pallasa-lasangngi.
o   30 ompona ulengnge (esso panning). Madeceng yappammulang dangkang, mattaneng-taneng, narekko rilaoangi wanua wettu assara’pi, najajiangi anana’ matinului pigau’ pasuroanna Allahu Ta’ala nenniya duae pajajianna. Iyana wettu ripancajinna esso wennie.


v  Tareka’ tuntungeng sempajang.

o   Malleba Sujjadang.
“Tubuku sempajang, atikku massempajang, nyawaku bawa sempajang, tajakku naletturi sempajang".

o   Nia’na (Usallina)
“Muhammad sabbika’, jibrilu palettukennga ri Allahu Ta’ala”, nappa ribaca nia’ (sallina) sempajangnge.
Riyolona ribaca “allahu akbar kabiran”, ribacai riase’ inappai ribaca Al-Fatihah. Ri wettu mabbere selleng ribacai Muhammad ri ataukku Jibrilu ri abioku”.

v  Suke’ Bola Makanja’e.

“Suke’i suke’ta wali-wali, isuke’i ulu susutta wali-wali, isuke’i edda’ta wali-wali”.

v  Baca Mattunu Dupa.

“Lapaisseng asemmu batu langi muteppa ritaue, nariaseng dupa asemmu muteppa ritanae, nariaseng lapalettu, paletturengnga rianu.

v  Baca Mattimpa’ Tange’.

“Utimpa’ tange’ku upasitimpa’ tajanna linoe, Oo Puakku pompo’i matanna essoe pasiomporengnga dalle’ku sangadi matengnge’i menre’ matanna essoe namatengnge’to dalle’ku”.

v  Baca Mattaro Dui.

“Yarase’ asemmu dui, lapaulle ambo’ indo’mu utaro kassara’mu warekkeng alusu’mu, Nurung mattaro, Muhammad tambai, Allah Ta’ala pabbarakka’ko, upasitako seppulo juta ettana sitaung welliakko anu, ucera’ko anu, tawana waie utang”.

v  Baca Mappalao Dui.

“Ee Yarase’, Muhammad palaoi kassara’mu nalao rupa dui, kutaro tawana apie, angingnge, upalao ee yarase’ tellu mpennino ri laomu mulisu ri alusu’mu”.

v  Baca Mattaro Berre’.

“I Deceng asemmu berre’, ibumbu ola’ ipenno asemmu pabbaresseng, walu malako, malaikat tambaiko, mettipiro uwaina tasi’e nametti pabbaressekku’, leppappi ola’e naleppang olakku”.

v  Baca Mattaneng-taneng.

“Kung mappalla’, kung mappamula noko mulessi menre mupenno, duppai topole panguju tollao puana’ko La Baco’ nennia Becce’. Amin Yaa Rabbal’alamin”.

v  Baca Matteppang Bibi’ Ripangempangnge.

“Nabi Hedere’ nabimmu uwaie, I Mallebbang asemmu wai’ kung masse’ asemmu tana, kung mappamula, kung ipammulai, muallise muenre mupenno. Alhamdulillah Sultanika”.

v  Baca Mabbukka Balu’.

“Ujala pasa, ujala pappasa, golla pangelli, bere-bere lessi mabbalu namalessi pangallie".

v  Baca Mappiara Olo’–Kolo’.

“Senge’ asemmu olo’-kolo’, api pabbijako,wai pajokoko, anging padisingiko, tana pakkianakiko, karna Allahu Ta’ala. Kun-fayakun”.




"MAMMUARE'GI MAKKIGUNA NAMABBARAKKA’ MANENG RI SESETA, AMIN...!"


Wassalam,


                                                                                 NA. HAFID

Powered By Blogger